This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

winda sriana: Sajak-Sajak Duaribuduabelas

winda sriana: Sajak-Sajak Duaribuduabelas

Suara-Suara Rindu
oleh : Winda Sriana


Tangis gerimis bukan serupa pemaknaan asaku, perih
ketika mozaik itu seakan membuka layar kisah kita
dulu, saat aku belum mengerti apapun
bahkan pengertian aku memanggilmu..

Dengan gemulai debu-debu sore membawa kita pada khatamnya hujan
entah mengapa aku ingat peristiwa itu, padahal umurku pun belum semuda pucuk daun
kau memegang erat tangan mungilku agar tak lepas dari wujudmu
dan perangai kota masih membawa kita pada peraduan senja yang indah...

Pada pandangan lemahku tiba-tiba kau bertanya,
"Nak, Jadilah orang yang berguna, kelak bukan saja saat kau telah dewasa tapi juga setelah kita bertemu lagi di tempat yang dijanjikanNya.."
Aku hanya menunduk lugu, entah mengapa aku sedikit memaknai butiran kata itu

Dan kini aku hanya mematung termenung
itu kisah dulu, saat aku mempunyai teriakan bervolume rendah dan nyaring
saat aku banyak tak peduli pada sekeliling sebab aku tak mampu memikirkannya
saat seringnya aku memaknai orang dewasa itu aneh tingkat dewa
apalagi saat kulihat seorang kakaku berbicara sendiri di depan cermin..
Yah saat itulah aku mulai mengenal lebih jauh arti dari seorang Ayah ialah engkau

kejujuran saat ini yang ingin ku katakan
pada benda mati di kamarku, adalah  merindu suara  Ayah
Suara yang dulu membangkitkan semangatku untuk menuai prestasi
suara yang mengalir bijaksana ketika ku berkeluh kesah diwaktu pulang sekolah
suara yang menggema ketika ku tersesat pada rerimbun masalah
suara engkau yang merintih sakit ketika kecamuk penyakit menggerogoti tubuh lemahmu..
dan suara terakhirmu yang tak sempat ku dengar ketika meninggalkan alam fana ini
sungguh aku tak tahan menahan isak, sebab aku sangat merindukan engkau, merindu suara engkau..

Duhai Ayah, aku merindukan sosokmu..
maafkan aku tetap  merintih rindu yang teramat tangis
bahkan saat aku sudah menjadi perempuan dewasa
tapi, hati ini patutlah gugur sebab aku hilang akal membiarkan nada-nada asing membuai hatiku..
Duhai Ayah.. Aku ingin menjadi angin terbang ke alam jauh mencari suara rinduku...
Izinkanlah, aku ingin mencari suara rinduku sepertimu..
                                                                           Sketsa Kontan, 24 Mei 2012
0 komentar

Sajak-Sajak Duaribuduabelas


Ketika Sembilan Wajah Menemani
Oleh: Winda Sriana

Sudah 24 jam  sembilan wajah menemaniku
tujuan belum juga sampai
entah berapa kali ku mengeja keluh mereka
sepenggal tanya, bagaimana wajahku?
mungkin pertanyaan itu hanya menggantung di akar abadi
masih ku dengar pula deru nafas pada percakapan asing di bulir-bulir kesah
tapi, tiba-tiba sebutir senyum renyah terpantul di liukan terjal perbukitan
entah senyum siapa itu
aku tak perduli !

sudah 27 jam sembilan wajah menemaniku
tujuan belum juga sampai
batinku  mengumpulkan tanya, apakah kami selamat ?
sungguh, aku tak sengaja menjerat sembilu
ketika petaka menjadi bangkai tulang belulang
satu hingga sempuluh ; menasbihkan riwayat raung kepedihan
ah, mungkin pikiranku sudah pucat pasih
semakin dalam pula tertikam khayal mengerikan

sudah 31 jam sembilan wajah menemaniku
tujuan sudah hilang dari harapan
bumi kian berwarna gelap
badai  melarikan kunang-kunang
genderang tangis hanya terdengar di akar hati
satu hingga sepuluh ; berselimut semangat dan kebersamaan
 menggigil di bawah rimbunan pedih ngilu

sudah 41 jam sembilan wajah menemaniku
tujuan hidup menjadi harapan
bergumul waktu menjamah rindu
tentang wajah Ibu dan Ayah meritualkan air mata
“Hati-hati ya Nak!” Petuahnya.
Hingga akhirnya tubuh menjelma harimau
Menembus  rimba 54 menjemput nyawa yang tinggal setengah




Deli, Kemana Engkau Bermuara
winda sriana

Riwayat yang telah mengikis kisah-kisah
Negara Soumatera Timur, itulah nama negeri kami
dengan hiruk pikuk suara lantang berdegum keras
hingga berlayar ke seluruh dunia
Deli, menjadi saksi bisu sepanjang zaman



Datuk-datuk entah kemana pergi
petuahpun melanglang buana bersama angin
menyusut di barisan pesisir melaka
hinggaplah segala putus asa

dulu, negeri ini penuh kuasa
milik raja-raja sultan yang arif berkuasa
rakyat cinta sesama
tiada hina menghujat ke akar manusia


tapi, itu negeri kami dulu
kini, hanyalah negeri boneka yang dimainkan negeri pusat
entah kemana negeri kami
Negara Soumatera Timur berpijak tegak di tanah sendiri
tanah Deli
tanah yang melahirkan kebudayaan negeri kami
tanah yang melahirkan keindahan negeri kami
tanah yang melahirkan rakyat kami
tanah yang akhirnya menghilangkan jati diri kami.




0 komentar